NU, Muhammadiyah, dan PGRI Mundur, Mas Menteri: Tak Ada Ormas yang Benar-benar Aman Meski Telah Lolos POP

NU, Muhammadiyah, dan PGRI Mundur, Mas Menteri: Tak Ada Ormas yang Benar-benar Aman Meski Telah Lolos POP

Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belakangan menuai polemik di masyarakat. Mundurnya tiga organisasi masyarakat (ormas) besar seperti NU, Muhammadiyah, dan PGRI justru menambah deretan masalah dalam program tersebut.

Ketiga ormas menilai, bahwa program itu penuh dengan ketidakjelasan dan kejanggalan. Mulai dari kriteria peserta dan prosedur pelaksanaan yang terkesan tidak trasnparan.

Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berjanji bakal melakukan verifikasi ulang terhadap ormas yang lolos dalam POP. Evaluasi bakal mencakup seluruh aspek guna penyempurnaan program tersebut.

"Evaluasi akan berlangsung selama tiga hingga empat pekan ke depan. Kami akan recheck lagi, untuk memastikan setiap organisasi yang sudah diverifikasi, kredibel dengan integritas yang tinggi, dengan values yang baik," kata Mendikbud, Nadiem Makarim, Jumat (31/7)

Nadiem juga memastikan, bakal menggandeng seluruh pemangku kepentingan untuk memberi masukan, termasuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam evaluasi POP tersebut. Hal ini guna menjaga POP dapat berjalan dengan efektif meski di tengah pandemi covid-19.

"Artinya, tak ada ormas yang benar-benar aman meski telah lolos POP. Di minggu terakhir evaluasi Kemendikbud akan memberikan pengumuman kembali terkait POP," ujarnya.

Di sisi lain, Nadiem berharap kepada ormas yang sebelumnya menyatakan mundur seperti LP Ma'arif Nahdatul Ulama (NU), Majelis Dikdasmen Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) untuk bersabar melihat hasil evaluasi ini.

"Saya berharap tiga organisasi besar itu dapat mendukung POP secara penuh dan memberikan masukan bagaimana untuk menyempurnakan program ke depan," tuturnya.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengingatkan, bahwa segala keputusan Kemendikbud terkait POP harus atas persetujuan DPR. Menurutnya, segala solusi yang ditawarkan Kemendikbud terkait POP saat ini hanya bersifat sementara dan dianggap bukan keputusan kelembagaan.

"Semuanya harus mendapatkan persetujuan dari DPR, melalui komisi X. Bila ada win win solution, saya kira ini sifatnya masih sementara di mata kami," kata Huda.

Menurut Huda, segala keputusan tentang POP penting untuk disetujui bersama, baik itu legislatif maupun eksekutif. Hal ini agar segala kebijakan program tersebut bisa diterima publik dan pemangku kepentingan di sektor pendidikan.

"Supaya kita menghilangkan kericuhan (POP) terus-menerus," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mencatat, bahwa proses verifikasi terhadap organisasi penerima bantuan POP kurang memadai, karena hanya memakan waktu 2 pekan.

"Kami mencatat sepertinya proses verifikasi terhadap organisasi penerima bantuan itu kurang begitu memadai, waktunya itu 2 pekan. Sedangkan organisasinya itu tempatnya jauh-jauh, ada yang di Ternate ada yang di Aceh," kata Alex.

Sumber: