Mabes Polri: Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Otomatis Sistem Interpol di Prancis

Mabes Polri: Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Otomatis Sistem Interpol di Prancis

Kasus hilangnya red notice Interpol atas nama Joko S Tjandra alias Joker, masih jadi polemik. Mabes Polri memastikan nama buronan cessie Bank Bali senilai Rp904 Miliar itu tidak dihapus oleh NCB Interpol Indonesia.

Namun, terhapus oleh sistem interpol yang berada di Lyon, Prancis.

"Seseorang yang masuk dalam red notice Interpol akan terhapus otomatis dalam kurun waktu lima tahun, apabila tak ada pembaruan. Jadi ini bukan penghapusan. Dari hasil pemeriksaan di Divisi Propam dijelaskan adanya aturan tersebut. Sekali lagi, data Joko Tjandra terdelete by sistem secara otomatis," tegas Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Jakarta, Jumat (17/7) kemarin.

Menurutnya, surat yang dikirim Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Wibowo ke Direktur Jenderal Imigrasi pada Mei 2020 adalah untuk memberitahu bahwa red notice atas nama buronan Joko Tjandra telah terhapus. "Surat dari Sekretaris NCB ini bukan menghapus red notice. Tapi, surat ini isinya menyampaikan atau memberitahukan ke dirjen imigrasi bahwa sudah terhapus di Interpol," imbuhnya.

Dia menjelaskan Polri memasukkan nama Joko Tjandra dalam red notice pada 2009 atas permintaan Kejaksaan Agung. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan nama seseorang masuk dalam red notice Interpol.

Namun, pada 2014, lanjut Argo, status red notice Joko Tjandra terhapus. Hal tersebut terjadi karena ada aturan di Interpol bahwa seseorang yang masuk red notice setelah lima tahun akan terhapus otomatis.

"Ada batas waktu untuk red notice ini. Aturan ini dibuat oleh Interpol yang berada di Lyon, Prancis," terang mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.

Pada 2015 tersiar kabar Joko Tjandra berada di Papua Nugini. Saat itu Kadiv Hubungan Internasional Polri mengirim surat ke Dirjen Imigrasi agar memasukkan Joker dalam daftar pencarian orang (DPO).

Hal senada disampaikan anggota Kompolnas, Bekto Suprapto. Lembaga pengawas fungsional Polri ini menilai ada yang perlu diluruskan terkait istilah pencabutan red notice Interpol oleh NCB Interpol Indonesia.

"Tidak ada yang namanya pencabutan red notice Interpol oleh NCB Interpol Indonesia. Kesalahan persepsi dan terlanjur viral. Ini karena tidak cermat membaca surat NCB Interpol. Karena itu harus diluruskan. Red notice akan terhapus oleh sistem apabila tidak ada permintaan perpanjangan. Red notice hanya berlaku lima tahun. Red notice dikeluarkan atas permintaan Kejaksaan Agung dan diproses NCB Interpol pada tahun 2009. Jika lima tahun masa berakhirnya 2014," ujar Bekto Suprapto di Jakarta, Jumat (17/7).

Mantan Kadensus 88 Antiteror Polri ini mempertanyakan alasan mengapa red notice Joko Tjandra tidak diperpanjang. "Bisa ditanyakan ke Polri maupun Kejaksaan Agung. Meski pejabat tahun 2009-2014 sudah berganti. Namun, bisa telusuri. Dimana kerja samanya, koordinasinya, dan komunikasinya," jelas Bekto.

Dia berharap Propam dapat mengusut tuntas surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi terkait Joko Tjandra. "Propam harus dapat mengungkap bagaimana surat tersebut bisa dibuat. Karena di samping ada permintaan dari seseorang yang disebut dalam dasar surat di NCB Interpol, ada mekanisme pembuatan surat dan beberapa otentifikasi berupa paraf sebagai bentuk pertanggungjawaban," paparnya.

Seperti diketahui, Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Wibowo diperiksa Propam Polri. Nugroho diperiksa terkait hilangnya status red notice Joko Tjandra. Nugroho diduga telah melanggar kode etik Polri. Namun, Propam Polri masih memeriksa saksi-saksi lainnya.

Sementara itu, Kejagung menyatakan tidak pernah meminta penghapusan status red notice Djoko Tjandra. "Kami tidak pernah meminta untuk penghapusan red notice Joko Tjandra. Sehingga red notice itu seharusnya masih berlaku," kata Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono.

Sumber: