Bentuk Lagi Tim Pemburu Koruptor, DPR Minta Dilibatkan

Bentuk Lagi Tim Pemburu Koruptor, DPR Minta Dilibatkan

Pemerintah berencana membentuk kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK). DPR minta dilibatkan dalam tim tersebut. Wakil rakyat akan berperan sebagai pengawas untuk melakukan supervisi.

"DPR khususnya Komisi III harus dilibatkan dalam Tim Pemburu Koruptor. Fungsinya sebagai pengawas dan melakukan supervisi. Kami yang di parlemen juga akan meminta agar mitra kerja yang berhubungan dengan penegakan hukum bisa dilibatkan untuk masuk ," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7.

Dia mendukung langkah pemerintah membentuk TPK. Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu, kalau mau kinerja TPK serius, harus melibatkan KPK dan DPR RI. "Implementasi tim tersebut harus transparan. Ketua KPK mengatakan akan mensupervisi atau meminta dilibatkan untuk melakukan supervisi Tim Pemburu Koruptor," jelasnya.

Dia menilai selama ini keberadaan tim seperti TPK, implementasi di lapangan kurang terbuka. Sehingga dalam melihat target dan hasilnya harus ada tolak ukur yang pasti.

Misalnya biaya yang dikeluarkan dan waktu kerjanya berapa lama. Pembentukan TPK, kata Dasco, merupakan niat baik pemerintah untuk memulangkan uang negara yang dibawa koruptor.

Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Menkopolhukam Mahfud MD mengkaji urgensi menghidupkan kembali TPK. Politisi Partai Golkar tersebut mengingatkan pemerintah agar belajar dari kegagalan TPK pada masa lalu yang dinilainya tidak efektif.

Pemerintah, kata Bamsoet, seharusnya lebih mengoptimalkan kepolisian, Komisi KPK, dan kejaksaan. "Terus bekerja secara optimal dan konsekuen dalam memburu koruptor untuk menyelamatkan aset negara yang dirampok dengan cara korupsi. Sehingga pengaktifan TPK tidak diperlukan," papar mantan Ketua DPR RI itu.

Terpisah, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan, pemerintah sedang mempelajari kembali pengaktifan TPK. Menurut Mahfud, membentuk TPK tidak bisa seketika. Karena perlu Inpres sebagai payung hukum.

"Izin prakarsa untuk membuat Inpres sudah diperoleh oleh Menko Polhukam melalui Surat Mensesneg No. B-30/M. Sesneg/D-1/HK.05.00/01/2020. Tapi Inpres harus dibahas lintas lembaga dulu untuk dihitung manfaat dan efektifitasnya," terang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Dia setuju dengan pernyataan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango agar pembuatan Inpres terkait TPK harus belajar dari masa lalu juga. "Jadi tanpa harus menunggu TPK, sebaiknya institusi-institusi resmi yang ada terus bekerja memburu koruptor dan menyelamatkan aset negara yang sudah dikorupsi," tegas Mahfud.

Mahfud meyakini Polri dan Kejaksaan Agung bisa lebih optimal. Terlebih, jika dua institusi itu mampu memberikan hasilnya sebelum ada pembentukan TPK.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengingatkan soal pembentukan tim pemburu koruptor yang sebelumnya tidak optimal. Menurutnya, hal itu perlu diulangi lagi. Dia menekankan semangat koordinasi dan supervisi antar-lembaga penegak hukum serta lembaga terkait.

Bahkan KPK telah memulai upaya-upaya menutup ruang potensi tersangka yang melarikan diri. Seseorang yang sudah hampir dapat dipastikan akan ditetapkan sebagai tersangka, ruang geraknya terus dimonitor. Sampai akhirnya dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan. (rh/zul/fin)

Sumber: