Kelemahannya Diblejeti, Ketua MPR Setuju Wacana Pembubaran OJK

Kelemahannya Diblejeti, Ketua MPR Setuju Wacana Pembubaran OJK

Komisi XI DPR RI mencetuskan usulan agar OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dibubarkan. Wakil rakyat menilai kinerja otoritas perbankan itu lemah. MPR RI setuju dengan wacana tersebut.

Pembubaran OJK dapat dilakukan melalui perppu maupun perangkat kebijakan lainnya.

"Skandal Jiwasraya merupakan bagian kecil dari sengkarut yang menimpa OJK. Alih-alih menjadi pengawas yang kredibel dalam menjaga uang masyarakat yang berada di perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, penggadaian, dan lembaga jasa keuangan lainnya, OJK malah menjadi duri dalam sekam," kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), di Jakarta, Sabtu (11/7).

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini menilai fungsi pengawasan yang selama ini melekat di OJK, bisa dikembalikan kepada Bank Indonesia. DPR dan pemerintah, lanjutnya, tidak perlu ragu membubarkan OJK.

"Pembentukan OJK ini tak lepas dari rekomendasi IMF yang mengambil contoh Financial Service Authority (FSA) di Inggris. Kenyataannya, FSA justru gagal menjalankan tugasnya dan mengakibatkan Inggris terpuruk krisis finansial global pada 2008," ucap mantan Ketua Komisi III DPR ini.

Pada tahun 2013, Inggris membubarkan lembaga OJK-nya. Yakni FSA. Sehingga bukan hal yang mustahil OJK di Indonesia dibubarkan. "Kini OJK sedang mendapat sorotan dari DPR , BPK, maupun Ombudsman," tutur politisi Partai Golkar tersebut.

Dalam kasus Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB), BPK mencatat OJK tak melakukan uji kepatutan dan kelayakan kepada jajaran pengelola statuter yang ditunjuk merestrukturisasi AJBB. Hal ini dinilai menyalahi UU Nomor 40/2014 tentang Perasuransian.

Selain itu, dalam IHPS I/2018, BPK menemukan penerimaan pungutan OJK 2015-2017 sebesar Rp493,91 miliar. Uang tersebut belum diserahkan ke negara.

Juga penggunaan penerimaan atas pungutan melebihi pagu sebesar Rp9,75 miliar. Kemudian, gedung yang disewa dan telah dibayar Rp412,31 miliar, tetapi tidak dimanfaatkan.

Selanjutnya utang pajak badan OJK per 31 Desember 2017 sebesar Rp901,10 miliar belum dilunasi. "Skandal Jiwasraya menunjukkan betapa lemahnya self control mekanisme pengawasan di internal OJK," terang Bamsoet.

Sementara itu, Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo menegaskan otoritas saat ini fokus pada tugas dan fungsi OJK. Terlebih, saat ini negara sedang membutuhkan upaya penanganan COVID-19.

"OJK pada 16 Februari 2020 telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi sebagai insentif pada nasabah dan perbankan. Kebijakan tersebut memiliki nilai insentif hingga kurang lebih Rp97 triliun. OJK fokus pada insentif tersebut daripada memikirkan isu lain," kata Anto.

Menurutnya, OJK tidak ingin menanggapi isu-isu lain di luar tupoksinya. Anto menambahkan OJK selalu koordinasi dengan kementerian keuangan, LPS, dan lenbaga terkait dalam hal menangani persoalan COVID-19. (rh/zul/fin)

Sumber: