Sejak Dibentuk 2004-2012, Tim Pemburu Koruptor Hanya Mampu Tangkap Empat Koruptor

Sejak Dibentuk 2004-2012, Tim Pemburu Koruptor Hanya Mampu Tangkap Empat Koruptor

Rencana mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor (TPK) oleh pemerintah dinilai akan sia-sia. Sebab sejak TPK dibentuk pada 2004 hanya mampu menangkap 4 buronan.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai pengaktifan kembali TPK pada saat ini tidak dibutuhkan. justru yang terpenting adalah menguatkan aparat penegak hukum.

"Tim pemburu koruptor pada dasarnya pernah dibentuk pemerintah pada tahun 2004. Data ICW menunjukkan setelah 8 tahun dibentuk, faktanya tim ini hanya berhasil menangkap empat buronan dari 16 target penangkapan," ucapnya dalam keterangannya, Jumat (10/7) kemarin.

Saat dibentuk, pemerintah tak pernah melakukan evaluasi. Dan jika ada, hasilnya pun tak pernah dipublikasi. Dikatakannya, berdasarkan catatan ICW sejak 1996 sampai 2018, terdapat 40 buronan kasus korupsi yang belum dapat ditangkap oleh penegak hukum.

"Artinya, yang harus diperkuat dalam hal ini adalah aparat penegak hukumnya. Kebijakan untuk membuat tim baru malah berpotensi tumpang-tindih dari segi kewenangan," ujarnya.

Selain itu, secara formal dalam kasus Letter of Credit (LoC) BNI diketahui bahwa perjanjian ekstradisi bukan satu-satunya cara untuk dapat menangkap buronan. Untuk itu, pemerintah harus fokus pada pendekatan nonformal antarnegara untuk mempercepat penangkapan puluhan buronan yang bersembunyi di negara lain.

"Jangan sampai di dalam kondisi pandemi saat ini, upaya untuk membuat task force baru malah menjadi kontraproduktif," ucapnya.

Demikian pula diungkapkan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Dia menegaskan pengaktifan kembali TPK tidak akan efektif. Sebab sudah terlalu banyak instrumen penegak hukum yang menangani kasus korupsi.

"Terlampau banyak instrumen penangkap koruptor justru tidak efektif. Cukup komisioner dan penyidik (KPK) yang sudah ada," katanya.

Dikatakannya, keberadaan TPK sudah tidak diperlukan lagi. Sebab KPK selama ini sudah kuat untuk memberantas korupsi, termasuk menangkap koruptor.

Ketua KPK Firli Bahuri, menurutnya, juga sudah sering membongkar kasus-kasus besar yang menyeret para elite, pejabat negara, dan politikus ke meja hijau.

"Mulai ketua partai hingga menteri kena OTT (operasi tangkap tangan). Makanya, sekarang ini justru pertaruhan kredibilitas KPK di bawah pimpinan Firli. Apakah daya gigitnya masih kuat seperti sebelumnya," katanya.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan TPK dulu dibentuk zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), karena memang instrumen tambahan itu perlu dibuat untuk memperkuat KPK saat itu.

"Saat awal-awal KPK dulu kan masih perlu adaptasi kerja, tetapi ketika instrumen penegak hukum sudah mapan seperti sekarang, urgensinya apa ada TPK lagi?" katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: