Sikap Presiden Jokowi soal RUU HIP Dibatasi Hingga 20 Juli
Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tidak termasuk dalam 16 RUU yang dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Pemerintah punya batas waktu (deadline) hingga 20 Juli 2020 untuk meresponsnya.
"Tanggal 20 Juli itu merupakan batas waktu 60 hari setelah DPR mengirimkan RUU HIP kepada pemerintah," ujar Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Jakarta, Sabtu (4/7) kemarin.
Pemerintah, lanjutnya, memiliki pilihan sikap terkait RUU HIP tersebut. Menurutnya, bisa tidak mengeluarkan Surat Presiden (surpres) untuk pembahasan hingga batas waktu 20 Juli mendatang. Artinya mengembalikan kepada DPR karena ada penolakan dari elemen masyarakat.
"Atau bisa saja pemerintah menyusun Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang isinya mencoret semua materi RUU. Bisa pula membatasinya hanya pada pengaturan eksistensi dan tugas pokok serta fungsi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)," imbuh Bamsoet.
Selain itu, pemerintah dapat mengajukan hak inisiatif dengan RUU baru untuk penguatan BPIP. Misalnya RUU BPIP. Politisi Partai Golkar itu menilai saat ini bola ada di tangan pemerintah. "Intinya, kita menunggu keputusan pemerintah," ucapnya.
Dijelaskan, MPR sepakat dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bahwa RUU HIP harus dicabut. Sebagai gantinya RUU BPIP. "PBNU mengusulkan payung hukum tersebut dengan nama RUU BPIP. Tinggal teknisnya selanjutnya diserahkan kepada pembuat UU. Yakni pemerintah dan DPR," tukasnya.
PBNU, kata Bamsoet, menilai Pancasila sebagai ideologi, falsafah, dan dasar negara. Sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Begitu pula, hubungan antara Pancasila dan agama yang tak perlu dipertentangkan.
"Artinya, Pancasila tidak bertentangan dengan Islam maupun agama lainnya. Karena salah satu sumber nilai Pancasila adalah agama," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan mendesak agar RUU HIP dikeluarkan dari Prolegnas 2020. Dia menilai RUU HIP bertentangan dengan Pancasila yang tertuang di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Menurut Syarief, RUU tersebut sebaiknya dibatalkan dan dicabut. Ia juga meminta agar DPR tidak mengubah judul RUU. Sebab, masyarakat tidak akan menerimanya.
"Apabila ada usulan RUU baru, sebaiknya disosialisasikan kepada masyarakat terlebih dahulu agar tidak terjadi lagi penolakan," imbuhnya. Jika usulan RUU tentang teknis Pembinaaan Pancasila tujuannya adalah untuk melakukan pembinaan, sebaiknya diusulkan RUU yang baru. (rh/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: