Anggaran Cair, KPU Mulai Belanja APD Pilkada
Tambahan anggaran Pilkada Serentak 2020 sudah dicairkan oleh pemerintah kepada KPU Pusat. Untuk tahap pertama, anggaran yang direalisasikan sebesar Rp1,02 triliun dari total Rp4,7 triliun. Dana tersebut akan segera dibelanjakan.
"Benar. Anggaran sudah dicairkan. KPU akan inventarisir untuk belanja semua kebutuhan penyelanggaraan Pilkada," kata Komisioner KPU, Viryan Azis di Jakarta, Sabtu (27/6).
Yang paling penting, kata Viryan, adalah kebutuhan alat pelindung diri (APD) bagi para petugas di TPS saat pencoblosan pada 9 Desember 2020 mendatang. Sementara sisa kebutuhan anggaran yang belum terealisasi akan diputuskan setelah rekonsiliasi anggaran antara Kemendagri, Kemenkeu, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Gugus Tugas COVID-19.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mendesak pemerintah segera merealisasikan anggaran tambahan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak 2020.
"Pemerintah harus merealisasikan anggaran untuk KPU dan Bawaslu sesegera mungkin. Jangan sampai terlambat. Ini penting, agar tahapan pilkada serentak tidak terganggu," kata anggota Fraksi PAN DPR RI Guspardi di Jakarta, Sabtu (27/6).
Politisi PAN ini menyebutkan banyak tahapan lanjutan yang harus dilakukan KPU menjelang pilkada, 9 Desember 2020. Yakni belanja kebutuhan alat pelindung diri (APD) dan alat lainnya yang memenuhi standar protokol kesehatan.
"Tanpa dukungan dana ini akan sangat menganggu proses dan tahapan kegiatan yang menjadi tupoksi penyelenggara Pemilu," terangnya.
Seperti diketahui, KPU mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp4,7 triliun, Bawaslu Rp478 miliar dan DKPP Rp39 miliar. Pada tahap pertama direncanakan kucuran dana Rp1,02 triliun.
Terpisah, Direktur Asia Democracy Network (ADN) Ichal Supriadi menyatakan untuk mengurangi risiko Pilkada 2020 dari pandemi COVID-19, yang harus dipastikan adalah perencanaan penyelenggaraan pemilu dan penanganan yang jelas.
"Misalnya rencananya begini. Dukungan anggarannya. Bagaimana langkah preventif. Ini cara menekan penyebaran COVID-19. Ada manajemen risiko," kata Ichal.
Saat ini, lanjutnya, bukan lagi berada pada ranah debat aman atau tidaknya penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 dari pandemi. Namun, bagaimana cara mengurangi risiko penularan COVID-19.
"Pilihannya mudah diduga kalau penyelenggaraan tidak dilaksanakan secara matang. Misalnya berkurangnya partisipasi masyarakat, minimnya komitmen penyelenggara pemilu," jelasnya.
Yang lebih berbahaya, yakni membuka ruang bagi petahana melenggang dengan bebas dengan memanfaatkan celah-celah minimnya komitmen penyelenggara. Ichal menambahkan meskipun pemerintah dan penyelenggara pemilu menyiapkan pilkada dengan baik, tetap saja akan terjadi perubahan besar pada Pilkada 2020. (rh/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: