PPDB di Sejumlah Daerah Ricuh, Kemendikbud Harus Jamin Transparansi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta turun tangan menegahi persoalan proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang kembali ricuh di sejumlah daerah.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan bahwa Kemendikbud harus dapat menjamin transparansi proses PPDB yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan baik di tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Kericuhan PPDB seolah menjadi cerita lama yang terus berulang setiap tahun. Kemendibud bersama Dinas Pendidikan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota harusnya menyosialisasikan skema PPDB sejak jauh hari sehingga meminimalkan potensi protes dari calon siswa maupun wali murid," kata Huda kepada Wartawan di Jakarta, Kamis (25/6) kemarin.
Huda mengaku, bahwa pihaknya mendapati laporan sejumlah orang tua calon siswa di berbagai daerah melakukan protes terkait aturan dalam proses PPDB yang dinilai merugikan.
"Salah satunya di DKI Jakarta. Mereka sampai mendatangi Balai Kota karena memprotes aturan umur yang dinilai lebih diprioritaskan dibanding prestasi calon siswa," ujarnya.
Protes serupa juga terjadi di Kota Bogor, di mana orang tua protes atas ketidakjelasan kuota jalur prestasi. Sedangkan di Malang aplikasi PPDB online sempat down sehingga orang tua berbondong-bondong ke datang ke sekolah.
"Daerah memang diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB berbasis zonasi agar lebih fleksibel. Kendati demikian otoritas daerah tersebut tetap mengacu pada kebijakan PPDB yang ditetapkan oleh Kemendikbud," imbuhnya.
Menurut Huda, bisa jadi aturan PPDB di satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda karena Dinas Pendidikan melihat urgensi yang berbeda-beda sesuai kondisi wilayah masing-masing.
"Hanya saja perbedaan aturan ini harus dikawal dan disosialisikan sejak jauh hari sehingga tidak memicu kericuhan," ujarnya
Huda menjelaskan, dalam setiap PPDB ada empat jalur yang bisa dipertimbangkan oleh pihak sekolah dalam menerima peserta didik baru. Keempat jalur tersebut adalah jalur domisili, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi.
"Kemendikbud sebenarnya telah memberikan patokan proporsi bagi setiap jalur tersebut yakni jalur domisili diberikan proporsi 50 persen, jalur afirmasi 15 persen, jalur perpindahan 5 persen, dan jalur prestasi (0-30 persen)," terangnya.
"Harusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meskipun tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah," sambungnya.
Menurut Huda, berbagai protes di DKI Jakarta, Malang, maupun Bogor bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020. Diharapkan temuan fakta di lapangan akan memberikan sudut pandang berbeda dalam proses evaluasi PPDB tahun ini.
"PPDB ini seperti penyakit kronis yang selalu kambuh di setiap awal tahun ajaran baru. Perlu perumusan kebijakan PPDB yang lebih komprehensif mulai dari proses sosialisasi, pelaksanaan, pengawasan, hingga evaluasi sehingga orang tua siswa merasa ada jaminan fairness dan transparan," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: