Usai Pandemi Covid-19, Orang Miskin Sentuh 28,7 Jiwa
Upaya menekan angka kemiskinan hingga satu digit atau 24,79 juta orang (9,22 persen) seperti yang terjadi pada September 2019, sebenarnya bisa dilakukan. Yaitu jika pemerintah daerah berani menerapkan Sistem Perencanaan Penganggaran Pemantauan, Evaluasi dan Analisis Kemiskinan Terpadu atau Sepakat yang telah dirilis Bappenas.
Sayangnya kemungkinan ini sulit diwujudkan, setelah diketahui hanya 129 kabupaten/kota dan tujuh provinsi yang menjalankan Sepakat. Angka kemiskinan pun makin tajam dengan munculnya wabah Covid-19. Kemiskinan dan pengangguran diprediksi meningkat hingga 8,1-9,2 persen.
”Jika sejak awal ada intervensi dari pemerintah daerah, dan pusat maka dampak tersebut diharapkan bisa dibendung agar tidak melonjak lebih tinggi,” terang Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam webinar pemanfaatan Sepakat di Jakarta, Rabu (24/6) kemarin.
Sepakat dirilis Bappenas pada tahun 2018. Dalam register penyusunan sosial, mencakup 100 persen penduduk dengan digitalisasi monograf desa yang pendataannya terintegrasi dan analisis proses perencanaan penganggaran, pengawasan dan evaluasinya dilakukan inklusif dan pro-poor.
”Tetap saja perlu ada penguatan sistem perencanaan berbasis bukti di tingkat daerah,” kata Suharso.
Menurut dia, penanganan dampak sosial dan ekonomi dari pandemi virus corona ini memerlukan pendekatan yang tidak biasa melalui aplikasi Sepakat yang berbasis bukti dilakukan di tingkat pemerintahan provinsi hingga desa.
”Wabah penyakit ini (Covid-19, Red) merembet hingga meningkatkan pengangguran dan sulit mengakses pelayanan dasar. Dan akhirnya muncul penduduk miskin dan rentan baru. Penduduk rentan menjadi miskin dan yang miskin tambah miskin atau miskin kronis,” jelasnya.
Dengan sistem perencanaan ini, diharapkan penanganan dampak virus corona itu bisa lebih tepat, efisien sehingga menekan imbas sosial ekonomi. Suharso menegaskan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan sistem itu digunakan seluruh pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota.
”Konteks pemulihan dampak sosial ekonomi harus satu komitmen. Sepakat dapat mendukung daerah untuk merumuskan strategi dan kebijakan pemulihan melalui analisis indikator sosial ekonomi,” jelasnya.
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Bappenas Maliki menambahkan intervensi pemerintah berupa perlindungan sosial mampu menekan kenaikan jumlah penduduk miskin baru dampak pandemi Covid-19 sekitar 1,2 juta hingga 2,7 juta penduduk akan terus dilakukan.
”Dengan intervensi, tidak saja menahan kenaikan jumlah penduduk miskin tapi juga pemulihan ekonomi, bisa menekan jumlah penduduk miskin hanya mencapai sekitar 26 juta hingga 27,5 juta penduduk,” jelasnya.
Menurut dia, persentase jumlah penduduk miskin setelah pandemi Covid-19 diperkirakan berada dalam kisaran 9,7-10,2 persen dalam outlook tahun 2020. Apabila tanpa intervensi pemerintah, maka jumlah penduduk miskin bertambah menjadi 28,7 juta orang atau 10,63 persen dengan skenario pertumbuhan ekonomi tahun 2020 ini sangat berat mencapai minus 0,4 persen, katanya.
Jumlah penduduk miskin jika tanpa intervensi pemerintah, lanjut dia, bertambah 3,9 juta dari tingkat kemiskinan pada September 2019 mencapai 24,79 juta atau 9,22 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Intervensi tersebut yakni perluasan program sembako, program keluarga harapan (PKH) dan bantuan langsung tunai (BLT) bersumber dari Dana Desa dan bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial untuk menekan angka kemiskinan jatuh lebih dalam.
Total dana yang dianggarkan pemerintah untuk perlindungan sosial mencapai Rp203,9 triliun dari keseluruhan biaya penanganan Covid-19 yang mencapai Rp695,2 triliun. Untuk menekan laju angka kemiskinan, ia mendorong pemerintah daerah memanfaatkan Sistem Perencanaan Penganggaran Pemantauan, Evaluasi dan Analisis Kemiskinan Terpadu atau Sepakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: