Pengacara Novel Baswedan: Ini Sidang Formalitas, Sandiwara, dan Keliru
Penyerang penyidik senior KPK, Novel Baswedan tetap dituntut setahun penjara. Dalil kuasa hukum Rahmat Kadir Mahulette yang menyebut penyerangan dilakukan spontan ditolak jaksa.
Dua terdakwa penyerang Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis tetap dituntut setahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Pernyataan itu diungkapkan jaksa Satria Irawan saat pembacaan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Kami jaksa penuntut umum meminta Yang Mulia menolak nota pembelaan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa. Penuntut Umum tetap berpegang pada surat tuntutan yang sudah kami bacakan pada Kamis, 11 Juni 2020," kata Satria saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/6).
Satria menilai keduanya terbukti melakukan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam paparan repliknya, Satria juga menolak sejumlah dalil yang disampaikan para penasihat hukum dalam pledoi yang disampaikan pada 15 Juni 2020.
"Mengenai alasan memberi pelajaran, penurut penuntut hukum, terdakwa Rahmat Kadir Mahulette sudah punya 'mens rea' dengan tidak menceritakan maksudnya bahkan kepada Ronny Bugis dan bahan asam sulfat yang sudah dipersiapkan diencerkan dengan air sehingga kadar lebih rendah dan diarahkan ke badan korban. Kesengajaan itu adalah kehendak atau mengetahui apa yang harus diperbuat," ungkap Satria.
Selain itu, jaksa juga menolak dalil penasihat hukum yang mengatakan kerusakan mata Novel karena kesalahan penanganan pasca penyiraman, bukan karena siraman.
"Dalil kerusakan mata korban bukan karena perbuatan terdakwa tapi kesalahan penanganan tidak dapat diterima. Sebab korban mengalami kerusakan kornea mata kanan dan kiri yang membuat potensi kebutaan atau kurangnya panca indra sesuai dengan visum et repertum sehingga telah menyebabkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencarian sementara waktu," tambah Satria.
Dalam pledoi, pengacara Rahmat menilai Novel tidak mengikuti petunjuk dokter untuk pembersihan mikrotik ke bola mata di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, malah langsung dibawa ke JEC dan selanjutnya ke Singapura yang menyebabkan Novel mengalami komplikasi dan penglihatannya menurun.
Sedangkan soal penyerangan dilakukan tanpa rencana melainkan secara instan, JPU juga membantahnya.
"Terdakwa telah sengaja mencari alamat, meminjam motor, melakukan survei dan selanjutnya menyiramkan cairan asam sulfat yang dicampur dengan air yang menyebabkan cacat mata permanen bukanlah spontanitas karena sudah menciptakan cacat mata permanen," ungkap jaksa.
Atas replik tersebut, pengacara Rahmat dan Ronny akan membacakan duplik secara tertulis pada Senin, 29 Juni 2020.
Sebelumnya, Koordinator Tim Advokasi Novel, Arif Maulana, melihat banyak kejanggalan dalam proses persidangan. "Sidang ini formalitas, maka kita bilang ini sidangnya sandiwara dan keliru. Ada beberapa kejanggalan persidangan," ujarnya.
Kejanggalan pertama menurut dia adalah manipulasi fakta dan alat bukti. Hal ini, bisa dilihat dari tidak adanya saksi-saksi dalam persidangan.
Kejanggalan berikutnya adalah dakwaan berupa tindak penganiayaan. Terdakwa dituntut melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: