Normal Baru Dikhawatirkan Berimbas PHK Besar-besaran

Normal Baru Dikhawatirkan Berimbas PHK Besar-besaran

Negara diminta hadir melindungi para pekerja. Sebab, kebijakan penerapan normal baru dikhawatirkan akan berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.

"Kebijakan normal baru ada pembatasan orang dalam beraktivitas sebagai konsekuensi jaga jarak.Ini dikhawatirkan akan terjadi pengurangan tenaga pekerja. Bahkan mungkin PHK. Karena itu negara harus hadir melindungi pekerja. Jangan sampai PHK meluas," tegas Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi di Jakarta, Selasa (2/6).

Menurut dia, perlu ada cara alternatif mengatasi persoalan pembatasan orang dalam bekerja sebagai konsekuensi jaga jarak. Dia mencontohkan cara alternatif tersebut seperti membuat jam operasional perusahaan diperpanjang dan pekerja bergiliran masuk.

"Adanya pembatasan orang dalam bekerja sebagai konsekuensi jaga jarak. Karena itu, perlu alternatif lain. Seperti membuat jam operasional diperpanjang dan pekerja bergiliran. Sehingga PHK bisa diminimalisasi," imbuhnya.

Wakil Sekjen DPP PPP menambahkan, terkait penerapan normal baru dalam bidang usaha, pemerintah harus memastikan pihak-pihak yang terlibat dalam dunia usaha mengikuti protokol kesehatan. Yaitu jaga jarak, memakai masker dan sering cuci tangan.

Pemerintah, lanjutnya, perlu melakukan simulasi dan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terkait normal baru agar terbiasa. "Selain itu, pemenuhan terhadap infrastruktur, fasilitas kesehatan serta kecukupan tenaga medis harus mendapat perhatian khusus karena kondisi setiap daerah tidak sama," terangnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Indonesia Maju Institut (IMI), M Lukman Edy menyebutkan, kebijakan kehidupan normal baru yang diterapkan oleh pemerintah merupakan jalan tengah bagi perekonomian dan kesehatan.

"Ini ibarat buah simalakama. Mengejar penanggulangan COVID-19 semata akan kebobolan ekonominya. Di satu sisi, membuka keran sektor perekonomian juga akan kebobolan kesehatan masyarakatnya. Bahkan upaya penanggulangan COVID-19 selama ini bisa sia-sia," ujar Lukman Edy di Jakarta, Selasa (2/6).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menambahkan masing-masing membawa konsekuensi yang tidak ringan. Karena kedua opsi ini berhubungan dengan nyawa manusia dengan segala konsekuensinya.

"Anda bisa bayangkan, memperpanjang Work From Home (WFH) berpotensi mengakibatkan orang mati kelaparan. Memang ada gerakan sosial membantu tetangga atau bansos. Teapi seberapa kuat bertahan. Sedangkan membuka kembali aktivitas ekonomi mengakibatkan korban Corona bergelimpangan," jelasnya.

Dengan adanya kebijakan normal baru ini, masing-masing pihak harus menyesuaikan dan menetapkan basis dasar asumsi kebijakan dan target pencapaian yang baru. "Begitu juga masyarakat. Jangan lagi mengandaikan asumsi kondisi normal seperti sebelum ada COVID-19. Jangan lagi membayangkan ada acara-acara pertemuan komunitas atau jamaah-jamaah pengajian yang melibatkan ribuan massa," tuturnya.

Terpisah, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyebut dua keuntungan dengan adanya tatanan kehidupan baru. Dua keuntungan itu adalah menjaga masyarakat dari ancaman COVID-19 dan menyelamatkan keterpurukan ekonomi.

“Tatanan kehidupan baru menjaga Indonesia dari ancaman COVID-19. Kedua tatanan baru untuk mendukung keberlanjutan bangsa agar tidak terpuruk masalah baru. Sebagian dampak krisis ekonomi, ancaman ketahanan pangan dan keberlangsungan pendidikan untuk anak bangsa,” jelas Budi Karya di Jakarta, Selasa (2/6).

Dia menambahkan tatanan kehidupan baru juga memberikan kesempatan masyarakat untuk kembali beraktivitas di luar rumah. Tetapi masih tetap menerapkan protokol kesehatan agar terhindar dari COVID-19.

Sumber: