Bawaslu Daerah Tak Boleh Tolak Sengketa Pilkada
Bawaslu kabupaten/kota tidak boleh menolak pasangan calon (paslon) yang mengajukan sengketa. Ajuan tersebut merupakan hak konstitusional yang tercedarai dalam pencalonan Pilkada 2020.
Dalam menentukan memenuhi unsur atau tidaknya seorang cakada dalam mengajukan sengketa pemilihan, Bawaslu kabupaten/kota haruslah berkoordinasi dengan Bawaslu provinsi dan pusat.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan di beberapa daerah kabupaten, ada Bawaslu yang menolak calon kepala daerah (cakada) yang ditolak Surat Keputusannya oleh KPU. "Sepanjang yang bersangkutan ikut mendaftar, maka sepanjang itu juga dia punya hak mengajukan sengketa ke Bawaslu," ujarnya.
Lebih lanjut, Bagja mengatakan kode etik bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh penyelenggara pemilu, baik jajaran Bawaslu maupun KPU. Dengan tetap patuh atas aturan yang ada, dia yakin tidak ada lagi penyelenggara pemilu diberhentikan dengan tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Bawaslu dan KPU harus patuh terhadap etika pemilu. Jangan sampai akibat ketidaknetralan dan hawa nafsu karena adanya iming-iming sesuatu akhirnya mencoreng nama lembaga,” tegasnya.
Dia pun meminta penyelenggara pilkada khususnya Bawaslu daerah yang mengawal Pilkada Serentak 2020 untuk tidak membeda-bedakan peserta pilkada. Semua peserta, kata dia, harus diperlakukan sama rata. “Jika pasangan calon A dilarang, maka pasangan calon B harus dilarang juga. Bawaslu harus tegak lurus dan jangan sampai berpihak,” tuturnya.
Bagja yakin jika penyelenggara pemilu netral, maka pelaksanaan Pilkada 2020 bisa berjalan sukses walaupun dilaksanakan dalam situasi bencana nonalam pandemi covid-19. Bagja juga memberikan apresiasi terhadap penegakan kode etik penyelenggara pemilu yang dilaksanakan DKPP secara tegas.
“Saya pernah menjadi bagian di DKPP. Bisa kita saksikan bersama bagaimana sebuah dewan kehormatan menyelenggarakan persidangan yang fair dan terbuka, padahal ini bisa dikatakan menyangkut sifat dan karakter seseorang,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan menganggap divisi penyelesaian sengketa pemilihan oleh Bawaslu sebagai embrio peradilan khusus pemilu. Alasan tersebut menurutnya karena dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Bawaslu diberi wewenang tambahan melakukan penanganan pelanggaran administrasi dan pencalonan pemilu yang putusannya final dan mengikat.
"Artinya putusan Bawaslu sebenarnya luas sekali," katanya, lewat keterangan resminya, Senin (9/11). Dia menegaskan, penyelesaian sengketa pemilu oleh Bawaslu sudah sangat tepat karena dapat berjalan efisien dan praktis dan ada kepastian hukum. Abhan menjelaskan hal Itu dikarenakan sifat putusannnya yang final dan mengikat.
"Karena pemilu itu sifatnya penuh dengan kepastian sehingga putusan Bawaslu sudah paling benar, mengenai sengketa tahapan," tuturnya. Ia mencontohkan, di salah satu putusan sengketa awal terkait TMS (tidak memenuhi syarat) yang dalam putusannya mengabulkan sebagian dengan memerintahkan KPU melakukan verifikasi terkait dukungan partai politik (parpol).
KPU, lanjutnya, menindaklanjuti verifikasi dukungan pencalonan oleh parpol tersebut. “Dan hasilnya tetap TMS. Parpol yang bersangkutan kembali mengajukan sengketa ke Bawaslu dengan kasus yang sama padahal putusan Bawaslu final dan mengikat,” tandasnya. (khf/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: