Di Balik Tragedi Sumatra: dari Tuntutan Status Bencana Nasional hingga Kesadaran Bencana Spritual

Di Balik Tragedi Sumatra: dari Tuntutan Status Bencana Nasional hingga Kesadaran Bencana Spritual

--

Yang memulai kerusakan bukan gunung, bukan sungai, bukan hujan—melainkan manusia dengan seluruh ketidakadilannya. Ini mungkin bukti refleksi tafsir Ibnu Katsir tentang Firman Allah yang menjelaskan sikap malaikat yang meragukan penciptaan manusia alih-alih sebagai khalifah, melainkan justru akan berbuat kerusakan.

Seperti golongan yang diciptakan sebelumnya. Hal itu patutnya kita jadikan salah satu pertanyaan reflektif dibalik menyalahkan alam ke arah bagaimana posisi manusia dan jati diri kemanusiaannya. Selain upaya menuntut status bencana yang melanda ini menjadi berstatus bencana nasional, perlu juga bagi kita bermuhasabah bahwa tragedi ini merupakan bentuk nyata bencana spiritual.

Bencana yang berpusat pada kerusakan relasi manusia dengan alam dengan basis kerusakan bahkan kegagalan cara berpikir dan berpandang.

Melalui muhasabah tersebut, lantas kita dapat menyadari bahwa kita tidak sedang sekadar menghadapi banjir, tetapi menghadapi konsekuensi dari kesalahan berpikir sehingga membiarkan penebangan hutan yang berlangsung bertahun-tahun tanpa keseimbangan dan tanpa tanggung jawab, tidak mengawal regulasi secara menyeluruh.

BACA JUGA: Dinperwaskim Gercep Tinjau Keluarga Penghuni RTLH yang Terdampak Banjir di Brebes

BACA JUGA: Kaesang Pangarep, Putra Bungsu Jokowi Kunjungi Korban Banjir di Brebes

Bahkan yang lebih parah, para pemangku kebijakan justru bertindak tidak kompeten dengan wujud kebijakan yang merugikan, salah satunya dengan melegalkan program-program berbasis penyesuaian kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok yang menguntungkan.

Kita tidak hanya menghadapi tanah longsor, tetapi juga menghadapi hilangnya tutupan vegetasi akibat tambang yang dibiarkan merajalela atas nama investasi, atas nama ekonomi, atas nama ketangguhan pangan. Belum selesai dengan itu, tuduhan pada kerusakan sungai muncul sebagai alibi, padahal itu berporos pada pola pikir yang menganggap sungai sebagai tempat pembuangan limbah, bukan sumber kehidupan.

Dengan demikian, bencana ekologis yang sedang terjadi ini merupakan cermin ketidakmatangan spiritual dan intelektual masyarakat kita yang katanya hidup dalam sistem modern –terlebih aktor-aktor kepemerintahan yang tidak sadar bahwa regulasi yang mereka munculkan begitu cacat dan tidak berpendirian, baik secara moral maupun spiritual, meski  sudah didukung data yang katanya faktual.

Trilogi Ideologi; Mana yang relevan?

Berbicara mengenai cara pandang tentang kehidupan, setidaknya problematika di atas bersumber pada 3 ideologi besar tentang spirit ilmu sosial di Indonesia. Ariel Heriyanto dalam sebuah tuangan gagasan dalam buku Social Science and Power in Indonesia (2025) menjelaskan bahwa ketiga ideologi diatas (Marxisme, Islamisme dan Developementalisme) memiliki intensi yang berlainan.

BACA JUGA: Bersama Pemkab, Anggota DPRD Brebes Pamor Wicaksono Bagikan Sembako ke Korban Banjir

BACA JUGA: Banjir di Brebes, Anggota DPRD Minta Hutan Lindung Dipulihkan

Kelompok Marxis berupaya memberikan perombakan mendasar pada tata ekonomi sebagai bagian dari revolusi negara, kelompok developementalis cenderung mendukung gagasan modernitas sekuler, liberal dan universal sebagaimana warisan kolonial di masa politik etis (Etische Politiek).

Lantas bagaimana dengan kelompok Islamis, dalam hal ini ideologinya sudah tepat, namun pada praktiknya kegagalan memaknai ekologi dan tanggungjawab khilafah justru berujung pada ambivalensi-ambivalensi (dibaca: kerancuan) dalam merumuskan suatu perkara yang ditetapkan.

Namun setidaknya melalui ketiganya, kelompok Islamis menjadi ideologi yang paling dekat dengan kebutuhan yang terjadi pada bencana spiritual yang berkepanjangan, serta sebaliknya ideologi delevopementalis sering menjadi tameng para pemangku kebijakan untuk melegalkan regulasi-regulasi yang justru berujung bencana yang tak kunjung dapat diselesaikan, bahkan menjadi langganan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: