Ia menjadi ksatria yang berhasil merobohkan pohon jati di desa Jatimulya dan pada akhirnya menikahi putri Ki Gede Sebayu, bernama Raden Ayu Giyanti Subhaleksana, pada tahun yang sama dengan pembangunan masjid, yaitu tahun 1601 M.
Semua fakta ini mengesankan bahwa Desa Kalisoka pada masa itu adalah pusat agama Islam dan pemerintahan yang dipimpin oleh Pangeran Purbaya sebagai sesepuh ulama dan Ki Gede Hanggawana sebagai umaro (bupati).
Kesempurnaan ini mirip dengan peran Masjid Agung Demak yang menjadi pusat agama dan pemerintahan di Demak.
Tidak hanya keberadaannya sebagai pusat keagamaan dan pemerintahan, tetapi Masjid Kasepuhan Pangeran Purbaya juga unik karena memenuhi syarat sebagai masjid wali.
Hal ini ditandai dengan lokasinya yang berada di dekat sungai atau sumber air, mengingat sungai Kali Soka mengalir tepat di sebelah timur masjid.
Keindahan dan keajaiban arsitektur masjid ini tak hanya terletak pada tempatnya, tetapi juga pada menaranya yang berbentuk segi enam yang mirip dengan arsitektur bangunan luar negeri, seperti pagoda.
Inilah kolaborasi menakjubkan antara seni Jawa dan seni dari luar Jawa yang menciptakan sebuah masterpiece arsitektur yang menaklukkan mata dan hati setiap pengunjung.
Tidak heran jika Masjid Kasepuhan Pangeran Purbaya menjadi magnet bagi peziarah dan wisatawan religi.